Masih teringat dengan jelas suasana di suatu malam pada bulan Januari 2016. Saya dan beberapa sahabat ngopi di sebuah kedai kopi yang ada di kawasan Timur Jogja. Salah seorang sahabat membacakan horoskop Cina untuk kami, sesuai dengan tahun lahir. Setiap orang dengan tahun lahir berbeda memiliki proyeksi berbeda pula. Namun ada kemiripan satu sama lain, yakni bahwa tahun tersebut akan menjadi salah satu tahun perubahan bagi kami. Baik dalam karier maupun hubungan.

Saya sih bukan orang yang percaya-percaya amat sama horoskop atau ramalan (kecuali yang bagus-bagus). Sahabat saya juga hanya mencoba memeriahkan suasana dengan pembacaan shio-nya. Tapi, menakjubkan banget ketika di akhir tahun 2016, saya menyadari bahwa perubahan besar benar-benar terjadi pada saya.

Perjalanan karier saya di 2016 merupakan yang paling menantang dan membuat wawasan saya terbuka lebar. Dan di tahun 2016 juga, saya mendapatkan pelajaran hidup paling berharga, meski harus melalui cara yang kurang menyenangkan.

Ini yang saya pelajari sampai saat ini:

Jangan melakukan hal-hal yang tidak bisa kamu nikmati. Dalam konteks ini, saya tertarik bergabung dengan sebuah tim bisnis. Terlihat menguntungkan, namun cara pikir dan cara kerja team leader-nya tak bisa saya pahami.  Dengan cepat, saya merasa tidak enjoy dan sedikit tertekan sehingga akhirnya hasil kerja saya tak sebaik biasanya. Pelajaran yang saya dapat adalah, seberapapun menguntungkannya sebuah penawaran, jika saya tak bisa menikmati kerja sama tersebut, seharusnya saya menolak sejak awal. Lagipula rasanya nggak fair bagi pihak lain yang sudah berharap saya akan memberikan yang terbaik buat mereka.

Bekerja sama dengan orang yang tepat. Seorang klien atau rekan bisnis terkadang begitu memukau, baik kinerja maupun karya-karyanya. Rasa terpukau ini membuat saya abai dengan beberapa hal. Pada akhirnya, saya mendapati diri menghabiskan waktu bekerja dengan orang yang hanya membuang-buang waktu saja. Ia memasang tujuan yang tak realistis, berharap terlalu tinggi dan begitu menuntut sehingga rasanya saya harus memberikan lebih dari yang ia minta. Lain kali saya bekerja sama, saya dan orang tersebut harus membicarakan semua hal dengan jelas sejak awal, dan memastikan bahwa ekspektasi kami sejajar. Ia harus tahu apa yang akan didapatkan dari saya dan menghargai waktu saya untuknya.

Klien terkadang bisa salah. Waktu mengikuti sebuah workshop bisnis, saya diajari bahwa klien selalu benar. Nyatanya, ketika kita terjun menjalankan bisnis sendiri, baru terasa bahwa tidak selalu demikian. Penting untuk melayani klien dengan tepat dan meyakinkan, namun tidak dengan mengorbankan diri sendiri. Terkadang, kita harus menarik garis batas. Pelajaran yang saya dapat adalah tak setiap proyek cukup bernilai, jadi menerima klien sebanyak-banyaknya lebih mirip jebakan. Dan jebakan inilah yang seringkali membuat seorang entrepreneur jatuh.

Waktu adalah uang, jadi outsource saja. Saya belajar bahwa waktu adalah segalanya dan selalu ada cara untuk memanfaatkan dengan baik. Saya penulis, sehingga tak mungkin menghabiskan waktu untuk pekerjaan adminsitratif. Jeleknya, saya cenderung multitasking, dan ini nggak bagus buat bisnis. Mempekerjakan asisten virtual atau paruh waktu membantu banget. Saya jadi bisa lebih fokus pada penggarapan ide dan penulisan saya.

Faktor kesuksesan bukan hanya kerja gila-gilaan. Seringkali saya terlalu fokus membangun bisnis penulisan dan lupa mendedikasikan waktu untuk meningkatkan personal brand. Padahal hal tersebutlah yang akan membuat usaha kita beda dengan kompetitor, dan juga membuat klien tetap setia pada kita meski bisnis serupa terus muncul bak jamur di musim hujan.

Terakhir, saya mendapatkan pelajaran pribadi yang menyakitkan namun menyadarkan saya agar tak serakah. Kasarnya, tanpa sadar, saya terobsesi dan mencoba mengambil milik orang lain. Keserakahan saya itu juga pada akhirnya membantu seseorang untuk berkhianat. Mengerikan, ya?  Untung tak sampai ada kejadian buruk. Sahabat-sahabat saya dalam hal ini menakjubkan. Meski tak pernah ceritakan apa yang sebenarnya saya alami, dukungan mereka tak pernah habis. Saya benar-benar beruntung memiliki mereka.

Besok malam, saya akan hang-out lagi dengan sahabat-sahabat saya itu. Moga-moga ada acara lucu-lucuan semacam baca kartu Tarot atau meramal dengan bola kaca. Lumayan seru kan jika di akhir tahun 2017 saya bisa melihat kebenarannya.

Anyway, selain menulis lebih banyak buku, tahun 2017 saya punya banyak rencana dan harapan. Semoga sesuai dengan rencana-rencana Tuhan buat saya. Amin.

Jadi, bagaimana 2016-mu?

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.