Banyak penulis yang bilang bahwa menulis nonfiksi itu lebih mudah daripada menulis fiksi. Ini bisa jadi benar tetapi bukan berarti menulis buku nonfiksi menjadi jauh lebih mudah. Meskipun sudah memiliki outline atau kerangka dasar tulisan, penulis nonfiksi membutuhkan perencanaan yang matang — bahkan sebelum mulai menulis.

Bila kamu ingin menulis buku nonfiksi dengan perencanaan yang matang, berikut beberapa langkah yang menjelaskan proses dasar cara menulis buku nonfiksi.

Sebelum memulai perjalanan menulis, kamu perlu mengetahui alasanmu menulisnya. Apa yang kamu ingin pembacamu ketahui? Kamu berharap mereka berpikir/merasakan/melakukan apa setelah membaca bukumu? Apa kamu ingin menjelaskan topik yang kamu sukai atau ingin berbagi cerita/pengalaman yang mungkin bisa menginspirasi pembaca?

Ketika kamu tahu apa yang ingin kamu capai dengan buku nonfiksimu, kamu akan takjub melihat betapa banyak potongan teka-teki yang berhasil kamu selesaikan.

Setelah mengetahui apa yang ingin kamu capai dengan bukumu, kamu perlu mencari tahu jenis buku nonfiksi apa yang akan kamu tulis. Nonfiksi memiliki beberapa subgenre yang berbeda. Subgenre yang kamu pilih tidak hanya akan menentukan apa yang akan kamu tulis tetapi juga cara menyampaikannya.

Dua subgenre nonfiksi yang umum digunakan, yaitu:

  • Nonfiksi Naratif adalah nonfiksi yang menceritakan sebuah kisah. Berbeda dengan fiksi, cerita yang kamu sampaikan dalam subgenre nonfiksi ini adalah benar adanya. Beberapa subgenre nonfiksi yang bersifat naratif antara lain; memoar, autobiografi, dan biografi. Dalam tulisan nonfiksi seperti ini, yang terpenting adalah bercerita.
  • Nonfiksi Ekspositori bukanlah tentang bercerita, melainkan tentang menunjukkan (showing). Di sini kamu tidak terlalu fokus pada narasi tetapi lebih banyak menjelaskan suatu topik. Buku teks (buku pelajaran/kuliah/kursus), buku pengembangan diri, dan how-to book — semuanya bersifat ekspositori.

Kalau tujuan utamamu adalah menceritakan sebuah kisah, kamu perlu memutuskan bagaimana caramu menceritakan kisah tersebut. Karena itu, kamu perlu membuat struktur plot. Contoh struktur plot, yaitu:

Struktur Tiga Babak Tradisional

Di sini kamu menceritakan kisahnya dalam urutan kronologis. Struktur tiga babak atau three-act structure diawali dengan babak permulaan, atau set-up act. Pada dasarnya, di sini kamu mengatur suasana cerita, seperti memperkenalkan tokoh protagonis dan mendeskripsikan peristiwa yang menggerakkan cerita si protagonis.

Babak tengah, atau confrontation-act. Di sini kamu menggambarkan perjalanan, hambatan serta karakter yang ditemui si protagonis di sepanjang cerita. Di bagian ini, kamu juga bisa memperkenalkan tokoh antagonis. Tokoh antagonisnya tidak harus orang sungguhan, tapi bisa sesuatu yang sangat menantang/menyulitkan si protagonis. Misalnya kepercayaan masyarakat, atau proses/hal yang perlu dia pikirkan. Sepanjang confrontation-act ini, tujuanmu adalah membangun ketegangan.

Lalu akhirnya, kamu sampai pada babak akhir, atau resolution-act. Di sinilah protagonis dan antagonis berhadapan — dan ini menjadi klimaks yang kamu bangun. Setelah klimaks, kamu lanjut dengan menyelesaikan bagian yang belum terselesaikan dan menekankan pesan apa yang kamu ingin pembaca dapatkan dari ceritamu.

 

 

Struktur Manipulasi Waktu

Dengan struktur ini, kamu memulai cerita dari tengah, dan kemudian menggunakan kilas balik untuk memberi tahu pembaca bagaimana semuanya dimulai. Kamu juga bisa langsung melompat ke peristiwa masa mendatang dan kemudian kembali ke titik waktu sebelumnya. Struktur ini sangat efektif digunakan ketika kamu tahu ada risiko pembaca kehilangan minat pada bagian awal (set-up) karena mereka cuma ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ada dua jenis struktur manipulasi waktu, yaitu:

  1. Struktur Melingkar
    Di sini kamu memulai cerita dengan peristiwa klimaks yang biasanya terjadi di akhir. Setelahnya, kamu kembali ke awal dan tengah, menjelaskan apa yang menyebabkan peristiwa klimaks ini. Di akhir buku, kamu mengulangi peristiwa klimaks dan menyelesaikan bagian yang belum terselesaikan.
  2. Struktur Paralel
    Dengan struktur ini, kamu menceritakan dua cerita atau lebih secara bersamaan. Setiap cerita terpisah memiliki awal, tengah, dan akhir masing-masing. Kamu bisa merangkai cerita bersama-sama atau menceritakannya secara terpisah, tetapi pada akhirnya, kamu harus menyatukannya.

Untuk nonfiksi ekspositori, mungkin lebih masuk akal kalau kamu membagi buku menjadi beberapa bagian atau bab sesuai topik. Katakanlah, misalnya, kamu menulis buku panduan bisnis yang menjelaskan tujuh langkah atau prinsip. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menangani setiap langkah atau prinsip secara terpisah. Namun, kamu tetap bisa membangun narasi menyeluruh dengan membiarkan satu langkah atau prinsip mengarah ke langkah atau prinsip berikutnya.

Sekarang saatnya menyusun outline atau kerangka tulisanmu. Ini penting karena outline akan membantumu memastikan bahwa kamu menuangkan semua yang ingin kamu sampaikan. Cara mudah untuk menyusun kerangka tulisan adalah dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Tuliskan bagian utama struktur buku. Kalau kamu menggunakan nonfiksi naratif, ini akan menjadi bagian awal, tengah, dan akhir, sesuai urutan dari apa pun yang kamu sampaikan. Sedangkan, kalau kamu menggunakan nonfiksi ekspositori, tuliskan berbagai topik utama yang akan kamu bahas.
  • Sekarang pertimbangkan setiap bagian secara terpisah. Tuliskan semua poin yang ingin kamu bahas di bagian itu.
  • Lihatlah semua subpoin tersebut dan lihat mana yang bisa kamu gabungkan, mana yang perlu kamu pisahkan menjadi poin-poin berbeda, poin mana yang bisa menjadi subpoin dari yang lain, dan seterusnya.
  • Putuskan dalam urutan seperti apa kamu ingin membahas setiap subpoin. Mungkin ada tumpang tindih, jadi kamu harus memutuskan di mana kamu ingin membahas subpoin secara lebih mendalam dan di mana kamu hanya ingin mengulasnya secara singkat.
  • Putuskan berapa banyak ruang yang ingin kamu berikan pada setiap sub-poin. Ini akan mencegahmu menulis secara bertele-tele mengenai sesuatu yang tidak terlalu penting dalam skema yang lebih besar.

Ingatlah bahwa outline tidaklah kaku. Selama riset, kamu mungkin, misalnya, menemukan sesuatu yang belum terpikirkan sebelumnya dan ingin kamu bahas juga. Sepanjang proses penulisan, kamu pun masih bisa memotong dan mengubah berbagai hal sesuai kebutuhan.

Gaya menulis yang dimaksud di sini adalah seperangkat panduan yang akan membantumu konsisten dalam menulis. Gaya menulis ini bisa mencakup apa saja; mulai dari apakah kamu akan menggunakan sudut pandang (POV) orang pertama atau orang kedua hingga detail-detail kecil seperti apakah akan menuliskan angka atau tidak. Sebenarnya sih kamu tidak perlu memilih gaya sebelum mulai menulis, tetapi ini akan membuat prosesnya lebih mudah. Menulis dengan gaya yang konsisten sejak awal akan menghemat waktumu di kemudian hari.

Saat memiliki outline, kamu sebenarnya telah menyelesaikan sebagian besar langkah tersulit dalam proses menulis. Dengan gaya yang membantumu mengurus detail-detail kecil, kini kamu tinggal menuangkan idemu di atas kertas — atau di komputermu. Jadi, siapkan secangkir kopi atau teh favoritmu, hilangkan distraksi, duduk, dan mulailah menulis.

Tulisan ini juga dimuat di Medium 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.