“Parenting itu manipulatif”

 

Pernyataan tersebut dengan gampang bakal memancing reaksi. Sebagian orang bisa jadi langsung mengangguk setuju karena teringat pada orang tua-orang tua yang suka memutar kata-kata supaya anaknya mau makan, tidur, atau tenang. Sebagian lain barangkali bakal protes soalnya kata “memanipulasi” terdengar terlalu tajam, seolah-olah niatnya jahat. Padahal orang tua kan sebenarnya hanya memandu anak.

Saya mencoba tidak pro, tidak juga kontra. Untuk memahami pernyataan tersebut lebih dalam, saya lantas membaca beberapa artikel (luar negeri dan Indonesia), dan di sini saya coba meringkasnya supaya kita bisa sama-sama memahami.

 

Argumen yang Bilang; Ya Memang, Ada Unsur Manipulasi dalam Parenting

Pendukung pandangan ini kebanyakan merunjuk pada trik-trik yang secara teknis memang manipulatif. Misalnya “Kalau kamu nggak nurut, Papa sedih banget” (ancaman emosional), “Pokoknya kalau kamu nggak makan sayur, nggak boleh main (pemerasan ), atau trik-teknik yang memanfaatkan rasa takut/rindu anak (pura-pura ditinggalkan, misalnya).

Media-media parenting dan artikel-artikel kesehatan mental di Indonesia kerap menghubungkan pola asuh yang tidak konsisten, overcontrol, atau praktik emotional blackmail (pemerasan emosional) dengan munculnya perilaku manipulatif pada anak. Mereka menyoroti bahwa pola asuh seperti inilah yang berkontribusi pada kebingungan emosional dan kecenderungan sang anak meniru strategi itu di kemudian hari. [1]

Dari sisi akademik, istilah parental psychological control (kontrol psikologis orang tua), yang mencakup manipulasi emosional, rasa bersalah buatan, atau penolakan kasih sayang sebagai alat hukuman, dikaitkan dengan dampak negatif pada perkembangan emosional dan hubungan anak di masa depan. Studi-studi menunjukkan korelasi antara kontrol psikologis orang tua dengan rendahnya citra diri (self-esteem) anak, serta kesulitan anak membangun hubungan sehat saat dewasa nanti. Karenanya, ketika parenting menggunakan alat-alat psikologis semacam itu, wajar saja kalau dianggap manipulatif – dan jelas berbahaya. [2]

 

Argumen yang Bilang; Tidak, Parenting Tidak Sama dengan Manipulasi

Pendukung yang menolak klaim generalisasi  bahwa “parenting itu manipulatif” memiliki argumen yang juga kuat. Para ahli perkembangan anak menekankan bahwa membesarkan anak memang memerlukan influence, yakni mengarahkan, membatasi, serta memberi struktur pada anak. Dan hal itu berbeda dari manipulasi yang berniat memanfaatkan atau mengeksploitasi.

Misalnya, banyak ahli mengatakan bahwa bayi dan balita belum memiliki kapasitas kognitif untuk “memanipulasi” dengan niat jahat sebagaimana orang dewasa memaknai kata tersebut. Tangisan, rengekan atau perilaku  tantrum mereka lebih sering disebabkan reaksi langsung terhadap kebutuhan atau rasa frustrasi, bukan kalkulasi manipulatif. Karena itu, menyebut keseluruhan parenting sebagai manipulatif dianggap berlebihan. [3]

Selain itu, ada strategi parenting yang disebut “nudging” atau pengalihan perhatian. Misalnya, mengalihkan anak dari benda berbahaya ke mainan lain. Strategi ini secara teknis mempengaruhi perilaku, tetapi di sisi lain bertujuan mendidik dan melindungi, bukan untuk mengeksploitasi. Pendukung argumen ini membedakan niat, konteks, dan hasil. Dengan kata lain, bila tujuannya adalah demi kebaikan anak (keamanan, pembelajaran, kesejahteraan), maka pengaruh bukanlah manipulasi jahat. [4]

 

Niat, Kekuatan, dan Konsistensi

Banyak ahli setuju bahwa inti perdebatan sebenarnya bukan soal “apakah orang tua pernah mempengaruhi anak”. Sebab setiap orang tua tentu pernah melakukannya. Namun, perdebatan utamanya adalah soal bagaimana dan dengan konsekuensi apa.

Taktik yang merendahkan, menciptakan rasa bersalah, atau menahan memberikan kasih sayang sebagai hukuman hanya akan memosisikan anak sebagai objek kontrol, dan inilah yang berbahaya. Sebaliknya, menetapkan batas dengan konsisten, menjelaskan alasan, dan menawarkan pilihan yang aman menjadi bentuk parenting yang sehat meskipun tampak “memaksa” jika dilihat dari permukaan. [2]

Banyak tulisan di media populer sering menekankan dua hal, yakni:

  1. Inkonsistensi orang tua (salah satu mengatakan iya, sementara yang lain melarang) berpotensi menjadi “celah” manipulasi;
  2. Orang tua yang sendiri cenderung manipulatif (misalnya suka memainkan rasa bersalah anak) cenderung melahirkan pola serupa pada anak.

Dengan kata lain, lingkungan keluarga dan gaya komunikasi sederhana tapi konsisten sangat menentukan. [5]

Pernah ada kasus viral di media sosial, saat ada orang tua yang pura-pura meninggalkan anak agar si anak “belajar disiplin”, yang memicu perdebatan. Sebagian melihatnya sebagai disiplin tegas, sebagian lagi menyebutnya manipulatif, dan bahkan abuse karena mengeksploitasi rasa aman anak. Perdebatan ini menyoroti batas tipis antara “mendidik” dan “memanipulasi”. [6]

 

Parentingmu Manipulatif?

Kalau khawatir parenting-mu manipulatif, apa yang bisa dilakukan?

  1. Cek niatmu. Tanyakan pada diri sendiri apakah tujuanmu itu mendidik atau mengontrol untuk keuntunganmu sendiri?
  2. Utamakan komunikasi. Jelaskan alasan aturan dengan bahasa yang sesuai usia.  Anak lebih mudah kooperatif kalau paham ‘kenapa’ dia boleh/tidak boleh melakukan sesuatu.
  3. Hindari emotional blackmail. Mengatakan “Kamu bikin Mama sedih” sebagai alat tiap kali anak tidak patuh atau melakukan kesalahan bisa merusak citra diri anak.
  4. Konsistensi antar-orangtua. Samakan ucapan, perilaku dan batasan di keluarga dan di rumah. Ini akan mengurangi celah manipulasi.
  5. Cari sumber dan dukungan. Banyak artikel praktis (bukan hanya opini) menawarkan teknik untuk mengganti trik manipulatif dengan strategi positif. [7]

 

Kalau dirangkum, parenting memang melibatkan pengaruh. Itu adalah hal yang tak bisa dihindari. Namun “manipulatif” jadi label yang tepat hanya ketika pengaruh itu memakai alat psikologis yang merugikan, tidak konsisten, atau bertujuan memenuhi kebutuhan orang tua dengan mengorbankan perkembangan anak.

Jalan tengah yang disarankan oleh banyak ahli adalah orang tua sebaiknya berlatih untuk menjadi pemimpin yang jelas, konsisten, dan hangat, bukannya jadi manipulator.

By the way, saya sudah menulis beberapa buku bertema parenting yang mungkin bisa membantu menambah wawasanmu. Semua buku bisa didapatkan di toko buku Gramedia atau toko buku lainnya secara offline dan online. Bisa juga langsung menghubungi lokapasar penerbit Brilliant Books dan Terang Sejati. Selamat membaca, dan semoga suka ya 🙂

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.