Satu lagi anak muda mati sia-sia. Institusi ini atau itu, tak pernah ada kejelasan bagaimana kesalahan semacam itu terjadi dalam sistem ketika calon tarunanya mati atas nama kekerasan oleh senior. Oh, barangkali para kakak kelas itu tak jahat, mereka cuma tidak tahu bahwa gak setiap orang tahan dipukuli sampai mati.
Begitulah, sejak remaja ayah saya melarang saya pacaran – apalagi kawin dengan tentara. Lucunya, sewaktu SD saya pernah tertarik masuk ABRI, sebab terinspirasi film 30S/PKI yang – demi mengutuki komunisme – wajib ditonton seluruh pelajar se-Indonesia.
Dalam film itu, tokoh Pierre Tendean menjadi begitu hebat di mata saya, sebab ia berani mati untuk melindungi atasannya. Poster pahlawan revolusi itu bahkan saya tempel di dinding kamar tidur, tepat di ujung ranjang, agar saya bisa berlama-lama menatap wajah ganteng sang letnan.
Namun kekaguman itu tak terlalu lama. Ia pudar begitu saja ketika anak tetangga saya yang masuk akademi militer membawa pulang teman-teman angkatannya. Mereka senang tertawa keras, merokok, dan bersiul-siul genit ketika saya lewat. Persis preman pasar.
Saya kira tidak semua calon taruna begitu, tapi saya keburu kecewa dan lantas memiliki prejudis terhadap tentara. Apalagi di masa Soeharto, citra tentara memang sempat tak simpatik. Mereka menjelma menjadi tukang pukul, pemalak hingga pembantai mahasiswa dan buruh.
Barangkali citra itulah yang kemudian lekat di otak siapa saja, bahkan institusi yang tak berkaitan dengan militer pun merasa wajib mengajarkan disiplin lewat cara-cara militer yang berlebihan. Bila ada yang mati, salahkan saja Tuhan – bukankah Ia yang memberi takdir?
Awalnya saya mengira setelah perubahan banyak dilakukan dalam institusi semacam itu, tidak akan ada lagi kasus calon taruna mati sia-sia. Dan saya sedih, sebab dalam setahun terakhir saja, jumlah berita pembunuhan berlandaskan penegakan displin terus muncul.
Saya merasa orang-orang semacam itu tak memenuhi kriteria sebagai manusia, hewan pun tidak. Sebab hewan membunuh untuk bertahan hidup, sedangkan para senior akademi militer membikin calon taruna mati cuma untuk bersenang-senang dan gagah-gagahan.
Oya, waktu itu karena kecewa dengan kelakukan anak tentangga dan teman-temannya, saya lantas memutuskan berganti tokoh idola. Poster kapten anumerta itu kemudian saya ganti dengan poster Tom Cruise – tapi tetap dalam seragam angkatan udara, seperti perannya dalam film Top Gun.