Novel roman sejarah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer ini mendadak naik daun lagi sejak kontroversi pemeran utama filmnya muncul di internet baru-baru ini. Saya sih tak hendak menghakimi apakah Iqbal “Dilan” Ramadhan mampu memerankan tokoh utama, Raden Mas Minke. Juga tak terlalu concern apakah Hanung Bramantyo akan berhasil menyutradarai film tersebut. Semua itu di luar kapasitas dan pemahaman saya.
Buat saya yang mengagungkan Pramoedya, novel Bumi Manusia (dan juga tiga novel lain dalam Tetralogi Buru; Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca) adalah karya maha hebat. Mau difilmkan atau tidak, saya tetap akan menganggapnya demikian. Bukan berarti karya-karya Pram lainnya tidak maha hebat.
Saya membaca sedikit saja dari karya Pram, sebab menemukan bukunya cukup sulit. Sebagian tidak diterbitkan lagi, sebagian tidak pernah diterbitkan sama sekali. Tulisannya yang pernah saya baca selain Tetralogi Buru adalah Mangir, Larasati, Jalan Raya Pos, Jalan Deandels, Panggil Aku Kartini Saja dan Gadis Pantai. Dua terakhir jadi favorit sepanjang masa.
Bumi Manusia saya baca sekitar tahun 2007. Alur ceritanya benar-benar mengagumkan, dan tokoh-tokoh utamanya memiliki karakter kuat serta berpemikiran tajam.
Dan jangan salah, tokoh-tokoh dalam novel ini nggak cuma Minke, yang pemerannya diprotes para netizen itu lho. Ada sekitar tujuh tokoh lain yang membentuk cerita roman ini. Ada Tuan Meilema, Nyai Ontosoroh, Annelies, Magda Peters, Jean Marais, dan ibunda Minke.
Baiklah, barangkali saya terlalu mendewakan Pram dan karya-karyanya, tapi saya kira ada cukup banyak alasan mengapa kamu juga harus membaca Bumi Manusia.
ALASAN#1 BICARA TENTANG PEREMPUAN HEBAT
Sebetulnya, bukan Raden Mas Minke yang membikin saya kagum, sebab saya justru jatuh cinta pada karakter Nyai Ontosoroh.
Nyai Ontosoroh adalah selir Tuan Meilema. Dunia perempuan malang itu berakhir ketika ayah kandungnya tega menjual dirinya kepada Tuan Meilema untuk dijadikan selir, menukarnya dengan kekuasaan. Hatinya remuk redam, namun tidak bisa memberontak. Ia menjadi begitu benci pada sang ayah, juga pada ibunya yang tidak berani membela. (Sampai di sini, saya kira kamu juga harus baca karya Pram lainnya yang menyuarakan represi terhadap perempuan masa itu, Gadis Pantai)
Tuan Meilema sendiri memperlakukan Nyai Ontosoroh dengan begitu manis. Ia disayang, dan dididik menjadi perempuan cerdas, kuat dan cantik. Dari hasil hubungan mereka, lahir dua orang anak.
Nyai Ontosoroh adalah perempuan yang tak banyak bicara. Kepedihan hidupnya ia alihkan dengan membaca dan bekerja. Ia senang belajar hal-hal baru dan menambah wawasan. Pengetahuan luasnya bahkan kemudian bisa membantu bisnis sang Tuan menghasilkan keuntungan berlipat ganda. Sayangnya, kebahagian Nyai tak langgeng. Putra sah sang Tuan datang dari Belanda dan kemudian mencabut semua hak-haknya.
Iya, saya langsung jatuh cinta dengan karakter Nyai ini. Dalam kesusahan, ia mampu mengubah diri menjadi wanita luar biasa dengan satu cara; BELAJAR. Ia mendengar didikan Tuan dan juga banyak membaca buku. Ia kuat, ulet dan pantang menyerah dalam berjuang. Ia rasional dan memiliki visi kebangsaan. Buat saya, Nyai Ontosoroh adalah simbol perlawanan terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan dan hinaan pada sebuah bangsa.
ALASAN #2 BICARA TENTANG PENTINGNYA PENDIDIKAN
Tuan Meilema, lelaki berkebangsaan Belanda ini sempat membikin saya emosi. Bukan saja karena dia seenaknya membeli Nyi Ontosoroh untuk dijadikan selir, tapi juga sifat pengecut sebagai orang yang tak berani bersikap ketika ada masalah.
Cuma akhirnya saya tak emosi-emosi amat setelah kemudian digambarkan bahwa Tuan Meilema mendidik Nyai dengan kasih sayang. Barangkali, jika Tuan tidak demikian, Nyai tidak akan pernah menjadi wanita cerdas dan kuat. Benar bahwa Tuan memiliki kelemahan, namun di atas itu ia memiliki keinginan kuat untuk membuat orang lain lebih baik. Dan tidak ada yang lebih baik dalam memperbaiki nasib seseorang daripada pendidikan.
Tokoh lain yang juga memiliki keseriusan dalam pendidikan adalah Magda Peters. Ia adalah dosen dari Minke. Perempuan Belanda itu tahu betapa potensialnya Minke jika dididik dengan baik. Ia menjadi satu-satunya orang yang membela Minke ketika priyayi itu dikeluarkan dari kampus gara-gara tinggal serumah dengan Annelies, dan hal tersebut membuat ia kemudian dipecat dari Hoogere Burger School dan dikirim balik ke negeri Belanda.
ALASAN #3 BICARA TENTANG PEREMPUAN BIJAK
Lagi-lagi perempuan. Pram memang jago banget menyajikan tokoh perempuan-perempuan hebat dalam hampir setiap karyanya. Kekaguman dan rasa hormat Pram terhadap perempuan begitu tinggi, dan sang maestro ini begitu piawai menggoreskan kisah setiap karakter perempuan, membuat pembaca mau tak mau kagum dengan pemikirannya. Seperti karakter Bunda, ibu dari Raden Mas Minke.
Bunda, seorang istri Bupati. Ia tahu anaknya memiliki cara berpikir dan pandangan berbeda dengan ayahnya, dan mampu menjadi penengah yang bijak. Bunda selalu bisa menjadi ibu yang memberi pengertian kepada putranya sekaligus menjadi istri yang membela suaminya di depan sang anak.
Menarik buat saya bagaimana Bunda memberi nasihat pada Minke mengenai bagaimana pria harus menjadi Kesatria. Ada lima syarat untuk itu:
- Kesatria harus memiliki Wisma (rumah). Tanpanya ia gelandangan.
- Kesatria harus memiliki Wanita. Tanpanya ia menyalahi kodrat, sebab wanita adalah lambang kehidupan, kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Wanita bukan sekedar pemuas seks untuk suami, melainkan sumbu penghidupan dan kehidupan.
- Kesatria harus memiliki Turangga (tunggangan). Tanpanya ia tak akan jauh melangkah dan pendek penglihatan. Tunggangan yang dimaksud di sini adalah ilmu pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan keahlian.
- Kesatria harus memiliki Kukila (burung). Tanpanya ia hanya sebongkah batu tanpa semangat. Dalam konteks ini, Kukila adalah hobi atau kesukaan.
- Kesatria harus memiliki Curiga (senjata, keris). Tanpanya ia tak mampu mempertahankan keempat miliknya. Senjata di sini artinya adalah kewaspadaan, dan kesiagaan.
ALASAN #4 BICARA TENTANG MENULIS
Menulislah, Ungkapkan Pemikiranmu! Saya kira inilah kesan yang saya dapat dari sang tokoh utama, Minke. Anak priyayi ini digambarkan ganteng, cool, memiliki tatapan mata tajam, setajam pemikirannya. Begitulah imajinasi saya ketika membaca tentang Minke.
Minke, anak muda pribumi ini bersekolah di Hoogere Burger School (HBS). Sekolah khusus bagi para elit Belanda dan priyayi pribumi. Ia berkenalan dengan Annnelies, putri dari Nyai Ontosoroh dan langsung jatuh hati pada kecantikannya (dasar cowok, ckckck!).
Minke juga amat mengagumi kecerdasan dan kepribadian Nyai. Begitu kagumnya, sampai-sampai ia menulis artikel mengenai sosok perempuan itu, pakai nama samaran pastinya. Kala itu, selain kuliah, Minke juga bekerja sebagai freelance writer pada sebuah surat kabar.
Ia menuliskan segala opininya dengan cerdas. Menulis menjadi sarana Minke dalam mengutarakan ketidak setujuan terhadap hukum-hukum pemerintah Belanda, dan juga kesewenang-wenangan terhadap pribumi (dalam soal ini ia mirip Kartini). Ketika Nyai direnggut hak-haknya oleh anak dari Tuan Meilema, ia mengadakan perlawanan dengan menulis melalui artikel di semua koran yang ada.
Ketika akhirnya Annnelies tetap harus pergi dan Nyai kehilangan hak asuh, Minke berkata kepada Nyai, “Kita Kalah, Ma…” namun Nyai menjawab, “Kita telah melawan Nak, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.“ (cool banget nggak sih, kalimat ini 🙂 )
Minke mengajarkan pada saya untuk mengutarakan pemikiran lewat tulisan. Persoalan diterima atau tidak, menang atau kalah, semua soal sudut pandang. Lewat Minke saya termotivasi belajar menulis, menuangkan pemikiran dan akhirnya memilih jalur penulis profesional.
ALASAN#5 BUKU INI DITULIS OLEH PRAMOEDYA ANANTA TOER
Oh, bahkan mendengar nama sang sastrawan saja sudah membuat saya merasa harus membaca karyanya. Apa yang membuat Bumi Manusia (dan Tetralogi Buru) unik adalah karena ia ditulis Pram ketika masih diasingkan di Pulau Buru. Kita tahu aktivitas menulisnya dibatasi oleh pemerintah. Konon ia tak diberi akses ke alat tulis apapun, meski demikian tak ada yang menghentikan Pram. Ketika tak bisa menulis, ia memilih menceritakan kisah-kisah dalam novel ini kepada teman-teman sesama tahanan.
Setelah bebas dari pengasingan, ia menulis Bumi Manusia. Novel ini terbit tahun 1980 dan langsung ngehits hingga cetak ulang sebanyak 10 kali dalam satu tahun, sebelum akhirnya dilarang beredar karena dianggap mempopulerkan Komunisme. Entah bagian mana yang menunjukkan hal tersebut, saya gagal paham sampai hari ini.
Secara umum, Bumi Manusia, mengajak pembaca agar tekun belajar, memberi makna hidup bagi orang lain serta tidak takut mengungkapkan pemikiran. Buat saya ini adalah pemikiran-pemikiran mendalam tentang kehidupan. Nah, kapan kamu bakal baca sastra hebat ini?