Untuk selamanya, tahun 2020 akan menjadi tahun yang tak terlupakan, buat saya dan mungkin juga buat kebanyakan orang. Tsunami pandemi Covid-19 yang mendunia masih dibumbui dengan begitu banyak keributan politik, bencana alam, gesekan rasisme, perbedaan pandangan, perubahan gaya hidup dan entah apa lagi – tak heran banyak orang berharap bahwa tahun kembar ini segera berakhir, berganti tahun yang baru, yang – mudah-mudahan – jauh, jauh, jauh lebih baik.
Di luar stres – atau bahkan depresi yang menyelinap dalam setiap aspek kehidupan saya dan keluarga pada tahun ini, saya mencoba mengambil pelajaran. Mengapa? Sebab mencoba melihat sisi positif dari sebuah peristiwa tidak menyenangkan selalu berhasil membuat perasaan saya lebih baik, memberi suntikan semangat, dan membuat saya percaya bahwa saya selalu memiliki harapan.
Bukankah harapan merupakan satu-satunya hal yang bisa membuat manusia bertahan hidup?
Saya akan mulai dari pelajaran pertama yang diajarkan tahun 2020; yaitu memahami dengan lebih baik siapa saja sebenarnya orang-orang yang berada di sekitar saya, orang-orang yang pernah berpapasan di jalan hidup saya, dan apakah saya perlu mempertahankan atau melepaskan mereka.
Global pandemik dan keributan politik telah menunjukkan siapa “teman-teman” saya sebenarnya. Seharusnya sih, saya nggak begitu kaget lagi, tapi ternyata saya tetap terkejut dengan betapa orang-orang yang sebelumnya saya anggap baik-baik saja, justru menunjukkan pandangan-pandangan berbeda, kadang ekstrem. Entah itu pandangan rasis dan agamis, perbedaan gender, juga sosial-ekonomi.
Yah, tahun 2020 mengajarkan saya untuk melihat lebih dalam pada beberapa jenis pertemanan, melihat siapa dan apa yang telah mereka berikan pada saya. Bukan pemberian fisik berbentuk hadiah, melainkan bagaimana mereka memberikan balasan atas bantuan yang pernah saya berikan, dalam bentuk perhatian, cinta kasih, dan dukungan. Akankah mereka ada untuk saya ketika saya membutuhkan pikiran, pendapat, support emosional dan perasaan disayangi? Ketika saya selalu menjadi orang pertama yang siap mendengarkan curhatan mereka, dan mereka tidak berlaku sama ketika saya sangat membutuhkan telinga untuk mendengar dan bahu untuk menangis, saya kira mudah saja untuk melihat seberapa baik seseorang untuk bisa saya pertahankan sebagai teman.
Tahun 2020 juga mengajarkan pada saya, siapa saja yang ingin saya pertahankan dalam tim. Orang-orang yang bersedia berjuang bersama, berada di pihak saya, tidak meninggalkan saya – bahkan ketika para Zombie menyerang. Ngerti kan maksudnya? 😀
Menurut saya, perlahan-lahan kita akan tahu siapa yang ingin kita jadikan teman seperjuangan dalam ‘perang’ kehidupan. Dan, yah. Kesulitan-kesulitan tahun 2020 membuat saya semakin yakin siapa saja yang harusnya saya masukkan dalam daftar tim pejuang, dan siapa saja yang ingin saya biarkan menjadi tim musuh.
Begitu banyak peristiwa menyedihkan pada tahun 2020 yang mengajarkan saya agar bahwa welas asih, kebaikan dan kasih sayang bisa muncul dari mana saja – bahkan di saat yang tidak saya sangka-sangka dan dari orang-orang yang tidak saya duga. Dunia tidak seburuk itu, dan manusia pada dasarnya adalah baik. Ada begitu banyak orang baik di sekitar kita. We just take them for granted. Kita mungkin banyak melihat atau mendengar tentang rasa sakit, kekerasan, kesalahan, tapi di antara itu selalu hadir kebaikan, cinta dan welas asih – apabila kita memang mencarinya.
Barangkali satu hal pada tahun 2020 yang saya – dan kita semua pelajari adalah WE SHOULDN’T TAKE ANYTHING FOR GRANTED ANYMORE. Kita harus terus memperbaiki keterampilan diri menghargai hal-hal kecil yang selama ini kita abaikan. Kesehatan, rumah, dan family time menjadi tiga hal yang jauh lebih saya hargai dan perhatikan tahun ini.
Hingga saya menulis postingan blog ini, dua hari sebelum tahun 2020 berakhir, saya sangat bersyukur bahwa saya dan keluarga bisa survive setelah berbulan-bulan berhadapan dengan kekhawatiran akan tertular virus dan kesedihan ditinggal orang-orang terdekat akibat penyakit mengerikan ini. Saya mulai sangat menghargai momen-momen ketika saya dan anggota keluarga bisa mengobrol hal-hal sepele, menikmati keberadaan mereka di ruangan yang sama tanpa gangguan media sosial, berbagi pelukan dan kisah-kisah remeh temeh dalam sehari.
Satu hal lagi yang saya juga pelajari pada tahun 2020 adalah penghargaan terhadap diri sendiri. Saya termasuk orang yang gampang minder dan mundur ketika melihat orang lain lebih baik daripada saya. Sebagai penulis buku-buku nonfiksi best seller, saya tetap baper ketika melihat tulisan orang lain lebih baik. Kenapa? Sebab saya kurang menghargai kemampuan diri, dan terus menginginkan yang lebih baik dan lebih hebat.
Apakah itu salah? Tentu saja tidak, selama tidak diikuti dengan satu hal; kurangnya bersyukur dengan apa yang sudah ada. Ini yang sering terjadi pada saya. Begitu menginginkan hari esok yang lebih baik sampai-sampai lupa menikmati hari ini yang sudah sangat baik. Saya tidak hidup di masa sekarang, tidak menikmati saat ini.
Dan, tahun 2020 mengingatkan saya bahwa mungkin saja saya tidak memiliki hari esok, jadi satu-satunya yang saya bisa miliki cuma hari ini.
Tahun 2020 mengingatkan saya bahwa seberat apa pun hal-hal yang saya alami, saya selalu bisa melewati. Tuhan menjaga, doa-doa menguatkan, dan orang-orang terdekat menjadi batu pegangan. Saya tidak perlu membandingkan diri dengan mereka yang bernasib kurang baik hanya agar bisa menghargai kesulitan dan tantangan yang sudah saya lewati.
Setiap orang pasti mengalami kesulitan – dan bahkan sepertinya tidak ada yang tidak tertekan atau cemas selama pandemi. Kekhawatiran akan kesehatan diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan tempat tinggal dan kehilangan orang-orang tercinta barangkali jauh lebih hebat dirasakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya – bahkan orang-orang yang cukup beruntung sekali pun.
Barangkali, salah satu pelajaran terbesar yang diajarkan tahun 2020 adalah bahwa saya tidak pernah sendirian. Ada orang-orang yang menyayangi saya setulus hati – bahkan jika mereka tidak menunjukkannya secara fisik sekali pun. Mereka yang tidak bisa saya temui karena kondisi pandemi, terus memberikan perhatian dan dukungan melalui pesan singkat, DM, Zoom, dan sebagainya. Jumlah mereka tidak banyak, tapi ketulusan mereka melebihi apa yang saya minta.
Suatu hari, akan ada masa ketika kita bisa duduk dan mengobrol bersama lagi, ngopi atau makan-makan, jogging bareng, nonton bareng. merayakan hari raya atau hari-hari istimewa lainnya, tanpa rasa khawatir dan ketakutan akan terinfeksi atau menyebarkan virus.
Sementara masa-masa itu belum tiba, satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah menghargai kesehatan diri sendiri, dan orang-orang yang kita cintai. Untuk masa yang belum tiba itu, saya akan terus bersyukur.
Bagaimana denganmu? Apa yang sudah diajarkan tahun 2020 padamu?