Dua kawan membaca brosur seukuran folio sambil cekikian, mirip saat saya cekikikan krn membaca komik Benny & Mice – Lost in Bali. Karena penasaran, saya bertanya. Ternyata mereka menertawakan sebuah testimoni.
“Waktu kuliah saya melakukan hal terlalu jauh dgn pacar saya. Kemudian kami putus. Sekarang saya bingung sekali karena tak mau calon suami saya kecewa dengan kondisi saya yang sudah tidak perawan lagi. Bisakah ibu membantu saya agar kembali perawan?”
Lantas baris di bawahnya tertulis dgn font yg lebih besar;
Tentu bisa. Datang saja ke tempat praktek Ibu XX. Dijamin keperawanan Anda akan kembali dalam tempo 30 hari.
Tak tanggung-tanggung, si Ibu XX itu pun sanggup memperbesar payudara – juga dalam waktu 30 hari. Ia juga punya susuk ready-stock yang mampu membikin perempuan yang merasa tak menarik menjadi menggairahkan. Sekarang gantian saya yang cekikikan pada brosur yang katanya dibagikan gratis di lampu merah itu.
Barangkali saya aja yang naif sebab tak mengira bahwa hari gini ternyata urusan keperawanan masih dijadikan tolok ukur moral. Seolah-olah lelaki masih begitu egois karena meminta calon istrinya perawan (sementara perempuan tak bisa melakukan tes perjaka kepada calon suaminya).
Lantas saya prejudis karena barangkali justru orang-orang seperti ibu XX inilah yang membikin utuhnya hymen menjadi begitu penting. Sebab ia melihat peluang bisnis dengan “menolong” perempuan yang kebingungan melawan konstruksi sosial. Barangkali ia memang bermaksud baik, cuma terlepas apakah ia memakai klenik atau logika kedokteran – buat saya, ia tak pernah bisa memperbaiki sebuah kebohongan masa lalu.
Setelahnya, saya iseng membikin survey asal-asalan pada delapan kawan lelaki. Senang juga mendengar tujuh dari mereka tak mepermasalahkan keperawanan, sebab menganggap cinta dan pengertian sebagai yang paling utama. Satu sisanya tak berkomentar – sebab saya lupa kalau ia gay. 😀