Medsos saya diblokir seorang kawan yang gak menyukai saya lagi. Menurutnya saya sok kebarat-baratan. Sebetulnya saya gak pasti juga bagian mana dari pikiran saya yang ia tuduh begitu, tapi malas bertanya karena sudah sebal duluan. Cuma kemudian saya penasaran, apa sih kebarat-baratan itu?

Sebab saya gak berbikini saat liburan di pantai, meski bukan dengan alasan moralitas tetapi lebih soal minder sama bentuk tubuh sendiri. Saat makan kentang goreng, saya selalu mencocolnya ke sambal botol. Kalau saya memang keamrik-amrikan, maka saya  akan menggunakan saus tomat, atau dengan mayonise kalau saya ke-eropa-eropaan.

Saya menghargai perpaduan Timur dan Barat, seperti sebuah restoran steik di Jogja yg menyertakan tenderloin satu paket dengan nasi putih dalam menunya. Atau seperti pada acara televisi dimana ada sebuah rumah mewah di Jakarta yang memiliki perapian di ruang keluarganya. Padahal ruang itu jelas-jelas berpendingin.

Atau seperti beberapa butik di mall-mall besar yang menjual jaket tebal dan berbulu mirip pakaian musim dingin –- yang menimbulkan pertanyaan di kepala saya; mau dipakai di Indonesia bagian mana sih itu? Dan kayaknya penyiar radio yang siarannya saya dengar setiap beberapa pagi, ia lebih kebarat-baratan daripada saya. Sebab ia senang menyapa pendengarnya dengan kalimat semacam, “Helo, youngsters yang lagi pada tune in di ninety four point seven… “

Entahlah, barangkali kawan saya aja yang menderita xenophobia atau saya yang punya inferior complex sama budaya Barat. Atau mungkin kami memang hanya segerombolan orang sok suci. Di Bali, saya dan beberapa kawan memelototi orang-orang lokal yang ikutan berjemur di pantai dengan cawat seadanya tanpa penutup dada, lantas dengan sirik berkomentar, “Ah, kebarat-baratan tuh!”

Ironisnya, pada satu pagelaran seni di Jogja, ada seorang penari bule, berkemben dan bersanggul menarikan tarian Serimpi dengan luwesnya, dan tidak satupun dari kami yang berkomentar, “Ah, ketimur-timuran tuh!”

Barangkali ini cuma persoalan identitas, dan identitas senantiasa bermasalah. Kembali ke kawan saya, meski tak nyaman, saya mencoba tak peduli. Pikir saya, toh bukan kali ini saja medos saya diblokir tanpa alasan yang masuk akal. Cuma lain kali ada yang menuduh saya kebarat-baratan, saya akan menjawab: “Please don’t be intoxicated by the exuberance of your own verbosity!”, sambil meminjamkan Oxford Advanced Dictionary. 😀

——
Xenophobia; semacam ketakutan yg irasional terhadap orang atau hal yang asing.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.