Yeay, akhirnya launching website! Yeay, akhirnya punya tim!
Awal tahun 2017 ini saya semangat banget memulai teamwork untuk membesarkan bisnis. “Sudah waktunya” kata seorang mentor yang beberapa kali mengatakan bahwa sejak lama ia melihat banyak potensi dalam diri saya (tapi saya sibuk minder, jadi nggak mendengarkan dia)
Tertunda sekitar dua tahun. Saya selalu berpikir terlalu sibuk untuk mengurusi sebuah tim dan cenderung multitasking. Padahal bisnis saya sudah berjalan cukup lama, klien saya nggak sedikit dan order kadang harus ditahan sebab terus mengalir. Dan saya dengan sok merasa sangat mampu banget menjalankannya sendirian. Tentu saja, pemikiran ini kemudian ditertawakan mentor-mentor saya.
Tahun lalu sempat bergabung dengan sebuah tim serupa, tapi tak berjalan mulus. Saya mengira jika kerja bareng dengan senior bakal sukses. Ternyata enggak juga. Kolaborasi itu ternyata nggak bisa dengan senior seilmu. Harus dengan beda ilmu dan kapasitas, setidaknya masing-masing memiliki satu keunggulan yang tidak dimiliki partnernya.
Ini yang kemudian jadi dasar saya memilih orang-orang yang akan saya ajak kerja bareng dalam bisnis. Perlu waktu sekitar empat-lima bulan sebelum akhirnya kami menjadi lebih kompak dan saling memahami. Meski hanya beberapa orang, saya bangga banget sengan semangat teman-teman satu tim saya.
Sahabat saya pernah ngeledek “Kamu tuh nggak usah sok-sok one man show deh. Ingat, kamu bukan dewa bertangan banyak.” Dan dia bener banget. Sama benarnya dengan Steve Jobs, bahwa bisnis besar enggak pernah dijalankan oleh satu orang saja, melainkan sebuah tim.
Teamwork itu memberikan kekuatan kolektif agar lebih produktif. Kuncinya adalah menciptakan komunikasi dan suasana kerja yang terbuka. Komunikasi itu kayaknya yang paling krusial deh. Setiap orang dalam tim memang sebaiknya bisa berkomunikasi tanpa sungkan atau khawatir mengenai update proyek, gagasan, juga terhadap pertanyaan dan masukan.
Selain komunikasi, respek pada setiap aspek juga penting. Meski kadang kita enggak satu ide, atau berasal dari latar belakang beragam, cara berkomunikasi dan gaya kerja yang beda, agama dan budaya yang tak sama, saling respek itu penting banget. Tanpa respek, mana bisa saling percaya?
Sejak awal kolaborasi, saya dan teman-teman sudah membahas mengenai pemahaman terhadap peran masing-masing dan bagaimana cara menggunakan kemampuan serta bakat setiap orang buat keberhasilan tim. Kami sepakat bahwa peran setiap orang di dalamnya sama, nggak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Ekpsektasi saya sih enggak tinggi-tinggi amat. Hingga enam bulan ke depan, saya berharap sistem dan strategi yang sudah saya bangun bisa dikembangkan bareng-bareng. Enggak ada konflik manajemen atau pribadi. Jika ada pun, saya sih pinginnya bisa ada diskusi dan problem solving, jadi bukan memutuskan secara sepihak sekecil apapun masalahnya.
GO! GO! GO TEAM LINGUA AKSARA! 🙂