Saya kagum sama toilet, ruang terpenting dari semua bangunan di dunia.
Size doesn’t matter, yg penting fungsinya. Fitrahnya, memang toilet cuma buat BAK atau BAB, tapi semua juga tahu kalau kenyataannya lebih dari itu.
Banyak seniman mendapat ilham lalu menghasilkan karya-karya besar saat duduk di toilet. Seorang teman pecinta buku (utk gak menyebutnya kutu buku) gak bisa menyelesaikan panggilan alam tanpa membaca di toilet. Teman lain yg meskipun sudah kebelet, tetap ogah masuk toilet tanpa iPod-nya, atau rekan kerja yg katanya susah plong tanpa nge-game dgn N series terbarunya.
Toilet adalah tempat yg paling pas buat mengekspresikan diri sebebas-bebasnya tanpa ada yg menghakimi. Seseorang gak mungkin jaim saat mengejan, bukan? Dan siapa saja bebas ngelamun, nangis, merokok (apalagi pas puasa gini), ngumpet, dandan, ngisi TTS, cari tisu gratisan, menulis kata-kata jorok, menggambar alat kelamin, atau mengungkapan cinta di tembok toilet, atau bahkan meninggalkan nomor hp dgn penuh harapan.
Toilet juga tempat yg sangat aman utk sms atau menelpon selingkuhan, masturbasi atau bahkan sekalian quicky kalau beruntung. Pokoknya buat saya, toilet itu banyak banget manfaatnya.
Nah, yg terbaru yg saya tahu (mgkn juga sebenarnya sdh lama, tapi saya baru tahu) – toilet juga dipakai sebagai sarana promosi. Di bandara, ipar saya mengambil selebaran yg diletakan di atas urinoir. Isinya promosi terapi dan obat utk masalah disfungsi ereksi.
Saya jadi penasaran kenapa brosur seukuran ¼ folio itu enggak ada di toilet wanita? Buat saya, penis loyo juga bagian dari permasalahan perempuan. Saya jadi iseng pingin coba mengontak nomor bebas pulsa yg tercantum utk menanyakannya, tapi gak jadi sebab saya takut jawabannya akan begini:
“Hai, Sisy di sini. Apakah Anda kesepian…?”