Aku diam menatapmu.

Kamu, yang setelah berhari-hari berkurung diri dalam rumah, memutuskan menerima ajakan seorang kawan lama untuk menuntaskan rindu. Hanya sebentar, katamu. Segera kamu menyiapkan diri, mandi biar wangi lalu berpakaian terbaik. Tak lupa mengenakan masker, juga membawa hand sanitizer. Lantas kamu melangkah senang, menikmati suasana luar yang lama tidak kamu rasakan. Satu jam kamu menghabiskan waktu dengan kawanmu, bercerita masa-masa lalu sambil menikmati teh manis dan sepiring kupat tahu.

Aku masih diam menatapmu.

Ketika kamu mengeluh dingin di seluruh tubuh, sesak dalam paru-paru, batuk dan lelah tak menentu. Ayo, ke rumah sakit sekarang, ajak istrimu. Air muka cemas tak bisa lagi ditahannya melihat kamu terbaring sendirian, tanpa boleh ada sentuh dan temu. Istrimu hanya bisa menangis tersedu-sedu, berdoa tak kenal waktu, berharap virus itu tak lagi hidup dalam tubuhmu.

Aku menunggumu.

Kamu sendirian dalam ruangan ICU, menahan sesak paru dan hati pilu. Kamu menangis memohon tambahan waktu. Aku tahu kamu masih cinta keluargamu, juga kehidupan semu milikmu. Tapi, aku juga harus menuntaskan pekerjaanku.

Pukul 11.11. Aku mendekatimu, melaksanakan tugasku untuk mengembalikan jiwamu pada Yang Maha Tahu, agar sesudahnya bisa segera kembali ke tempat asalku, meneliti daftar tunggu manusia-manusia yang akan kujemput setelahmu.

Yogyakarta, 19 April 2020

In remembering my good friend, Rudolf Valentino Santana, and also other souls who had to give up on Covid-19. Be happy in heaven, you all.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.