Sudah lama saya tidak lagi membuat resolusi tahun baru. Useless. Sebab saya jarang bisa menjalankannya.
Tapi, tahun ini, saya punya keinginan, yaitu hidup lebih sehat daripada tahun-tahun sebelumnya. Katakan saja alasannya karena usia, juga karena saya ingin hidup lebih lama dalam keadaan sehat dan bahagia.
Menciptakan gaya hidup sehat sebenarnya tidak harus berlebihan, hanya saja entah kenapa rasanya sulit. “Sehat” sendiri merupakan kata yang samar makna, sebab artinya bisa berbeda-beda pada setiap orang. Daripada memikirkan gambaran besar tentang “hidup sehat” saya mencari tahu cara-cara praktis untuk mengubah ritme harian agar lebih sejahtera. Mencari tahu bagaimana agar saya bisa tetap selaras dengan diri sendiri, memperlakukan jasad dengan baik, dan lebih dekat dengan tujuan saya.
Semua itu dilakukan melalui perubahan yang sangat kecil tapi berdampak besar, terutama ketika perubahan itu kemudian menjadi rutinitas.
Saya memulai perubahan kecil dengan belajar bernapas. Aneh kan? Masak bernapas saja pakai belajar, tapi ini benar-benar bermanfaat. Setiap hari kita bernapas karena kita harus bernapas, tanpa berpikir, tanpa merasakan.
Belajar bernapas dengan kesadaran penuh. Bahasa kerennya, mindful breathing. Bernafas secara sadar adalah salah satu cara terkuat bagi kesehatan mental dan fisik. Ini karena latihan bernapas memicu sistem saraf parasimpatis, yang “mematikan” respons fight-or-flight, dan latihan ini bisa sangat membantu pada saat-saat stres. Saya membiasakan diri memperhatikan bagaimana sayabernapas, terutama ketika merasa kewalahan atau kesal.
Untuk merelaksasikan pikiran dan tubuh saat gelisah, tutup mata, lalu bernapaslah melalui hidung. Tahan napas selama empat hitungan, lalu buang napas perlahan. Melakukan ini akan membuat kita rileks secara fisiologis relaksasi.
Perubahan berikutnya adalah menciptakan zona bebas ponsel di kamar tidur. Ini menjadi cara terbaik untuk meningkatkan kualitas tidur dan bahkan kesehatan mental. Pada dasarnya, dengan menciptakan zona bebas ponsel di kamar, saya bisa tidur sedikit lebih awal dan tidur lebih baik karena ritme sirkadian saya tidak terganggu.
Makan pelangi, begitu cara saya memperingatkan diri agar tetap makan sehat. Saya percaya tidak ada makanan “baik” atau “buruk” jadi sedapat mungkin saya mencoba berfokus pada variasi makanan. Sebagai contoh, saya berusaha makan tiga jenis sayuran dan dua jenis buah setiap hari. Karena setiap sayuran berwarna mengandung fitonutrien yang berbeda, maka saya coba untuk mengonsumsi sayuran dalam berbagai warna — misalnya, satu porsi warna hijau (brokoli), satu porsi warna merah (paprika), dan satu porsi warna oranye (ubi jalar).
Perubahan berikutnya adalah menulis daftar hal-hal yang harus dilakukan di atas kertas, bukan di smartphone. Ketika saya merasa stres, kesepian, atau bosan, gampang banget buat saya meraih ponsel sebagai selingan. Namun, hubungan online tidak akan menghilangkan perasaan-perasaan negatif itu (lebih sering menambahnya malah).
Ini kenapa saya lebih senang menuliskan daftar hal-hal yang bisa saya lakukan di atas kertas, misalnya membaca buku cetak, menelepon orang tua, mandi air hangat bergaram, atau jalan-jalan di udara terbuka. Intinya, saya mencoba melakukan sesuatu yang berbeda setiap kali agar tubuh dan pikiran saya lebih sehat.
Oya, pernah dengar tentang self-love compass? Saya suka menggunakannya untuk mengambil keputusan. Maksudnya begini, hidup di dunia tempat makanan enak tersaji dengan mudah seringnya membuat kita menyalahkan diri ketika gagal makan sehat. Paling tidak begitu pendekatan saya terhadap makanan (dan oh, saya suka sekali makanan enak)
Belakangan, saya mencoba pendekatan yang lebih lembut dan lebih saidar diri terhadap makanan dan menentukan pilihan makanan apa pun berdasarkan konsep self love (self love compass). Jika saya mau makan enak atau makan sehat, pilihannya tergantung pada tindakan self love saat itu. Kalau saya memutuskan berhenti mengonsumsi makanan manis atau gorengan, itu karena saya sayang diri sendiri dan ingin hidup lama dalam keadaan sehat, sesederhana itu.
Soal kebiasaan menyalahkan diri sendiri, saya juga membuat perubahan kecil, yaitu bersikap lebih lembut dan jujur pada diri sendiri. Bagaimana pun juga sebagian besar pertumbuhan pribadi kita berasal dari kesadaran diri. Pada saat saya memperhatikan pikiran dan tubuh, maka saya bisa membuat keputusan yang mengarah pada kesehatan emosi dan fisik.
Tahun 2020 saya ingin menjalani gaya hidup yang lebih sehat, maka saya mencoba berfokus untuk jujur dan lembut terhadap diri sendiri. Ketika saya mulai melakukan lagi kebiasaan yang berpotensi tidak sehat (makan enak secara berlebihan, lembur untuk menyelesaikan tulisan, menunda-nunda rencana, mager, dan lainnya) saya menanyakan pada diri sendiri, “Apa bisa hal-hal itu membuatmu hidup lebih lama dalam keadaan sehat fisik dan mental?
Pertanyaan itu lumayan menempeleng diri dan membuat saya malu karena tidak mencintai diri sendiri. Bagaimana pun saya manusia, dan hanya self love yang akan membuat manusia jauh darip rasa malu.