Siapapun setuju bahwa Malin Kundang itu anak durhaka, tapi bagaimana dengan ibunya?
Menurut saya sih, ibu Malin Kundang juga bukan ibu yang baik, sebab dia mengutuk anaknya jadi batu! Begitu juga dengan Dayang Sumbi yang lebih suka memanipulasi anaknya, Sakuriang, ketimbang menjelaskan keadaan sebenarnya. Padahal mereka adalah ibu kandung. Agak nalar (walaupun tetap salah) jika mereka adalah ibu tiri, seperti ibunya bawang merah dan putih, tidak dianggap ibu yang baik.
Saya masih ingat dongeng di majalah Bobo dulu. Seorang anak yang gemar bersolek dan selalu memoroti duit ibunya. Sang ibu yang sudah tua harus bekerja keras demi memenuhi tuntutan anaknya untuk membeli pakaian baru dan perlengkapan kecantikan. Di akhir cerita, sang ibu mengutuk anaknya (cuma saya lupa dikutuk jadi apa).
Saya gak terima aja kalau anak perempuan itu dianggap durhaka. Sebab ibunya lah yang nggak sayang anaknya. Menurut saya menyayangi anak berarti membuatnya mandiri bukan memanjakannya. Selalu menuruti segala permintaan anak sama artinya memberi bekal untuk rapuh ketika keadaan sedang jatuh.
Banyak dongeng bagus menggambarakan ibu yang suka mengutuk. Mungkin itu adalah cerminan dari keadaan ibu-ibu dalam masyarakat kita yang sebenarnya. Di hari ibu, secara komersial seorang ibu digambarkan bersifat lembut, penuh kasih sayang, super pengertian, dan suka membuatkan makanan kesukaan anak-anaknya. Lalu apa kabar dengan ibu-ibu yang tak mampu begitu?
Hampir setiap kali ada saja berita tentang ibu yang melakukan kekerasan pada anak, dari yang ringan sampai yang mengakibatkan kematian. Belum lagi kekerasan verbal yang sulit diperkarakan – padahal pengaruhnya pada anak akan melekat seumur hidup. Data statistiknya memang tak pernah saya cari, tapi seringnya kekerasan tersebut dilakukan oleh ibu kandung. Sedih ya!