Sebetulnya saya sudah berniat mereview novel Business Fat Girl karya Belladonna Tossici ini sejak Agustus tahun lalu, dan begitulah segala kesibukan membuat review ini berhenti di niat selama berbulan-bulan. Hanya saja, saya yang sok sibuk ini selalu berusaha seperti merpati yang tak pernah ingkar janji. Walau lama, saya tetap akan meresensinya.
Kenapa? Pertama, saya suka novelnya. Kedua, saya suka penulisnya. Sesederhana itu.
Keramaian film Imperfect karya Ernest Prakarasa Desember lalu mengingatkan soal janji membuat review novel ini. Oh, tentu saja novel ini tak punya kemiripan dengan film tersebut, lagipula naskahnya ditulis jauh sebelum filmnya tayang. Lagipula, kalau dibilang mirip pun, sebenarnya premis tentang perempuan gemuk dan perjuangannya melawan stigma sudah banyak difilmkan. Bridget Jones’s Diary (2001), Shallow Hall (2001), Pitch Perfect (2012) dan drama Korea Oh My Venus (2015) adalah sedikit dari sejumlah kisah yang menggunakan premis seperti ini.
Lantas apa menariknya Business Fat Girl?
Pertama, saya mau bilang saya tidak pernah begitu gemuk hingga di-bully orang-orang, tapi tidak berarti saya sulit berempati. Saya juga di-bully waktu kecil karena terlalu kurus dan jangkung. Olok-olokkan seperti tiang listrik, jerapah, jelangkung, dan sebagainya pernah membuat saya begitu minder sampai-sampai (tanpa sadar) saya sering membungkuk agar tak tampak paling tinggi di antara teman-teman. Intinya, meski beda, tapi saya paham rasanya di-bully karena sesuatu yang tidak bisa kita ubah begitu saja. Berat badan adalah salah satunya.
Ini yang dialami Renata Padma, tokoh utama dalam novel ini. Tubuh gemuknya membuat dia menjadi sasaran empuk olok-olokan. Renata ditolak bekerja di banyak tempat, dan diabaikan cowok yang mati-matian dia kagumi. Gadis itu berusaha menurunkan berat tubuhnya demi mendapat pengakuan sosial dan juga cinta (yang sebetulnya sudah bertepuk sebelah tangan dari awal).
Renata sempat terpukul, akan tetapi kepercayaan dirinya perlahan muncul setelah Ruben, seorang dosen tampan, dengan caranya sendiri mendorong gadis itu untuk bisa menerima diri dan berfokus pada nilai-nilai positif dirinya. Seperti umumnya novel romansa, kisahnya berakhir happy ending. Menariknya, premis klise ini dieksekusi oleh Bella sehingga tidak terasa hambar, basi, atau ‘cuma begitu-begitu aja’.
Bella menarasikan banyak hal menarik dalam Business Fat Girl tanpa sedikit pun mengurangi nuansa romantis novel ini. Saya suka kisah dan penuturannya yang ringan, kadang kocak, tapi di beberapa titik juga bikin baper pembaca. Oya, Bella ini juga aktif menulis di Kompasiana lho. Artikel lepasnya keren-keren. Dia juga penulis ngetop di Wattpad dan Cabaca . Saat ini saya sedang membaca salah satu novelnya berjudul Devil’s Inside. Kalau sudah selesai, nanti saya bikinin reviewnya lagi ya.
Good job, so keep writing, Bella dan terus bikin karya-karya bagus ya 🙂